Sesi Belajar Bencana bersama Pak Hamzah

Bencana akan terjadi ketika hazard (bahaya) bertemu dengan vulnerability (kerentanan). Selama hazard tidak bertemu dengan vulnerability maka bencana tidak akan terjadi. Hazard dapat berupa tsunami, gelombang badai, dan lain-lain. Bahaya sendiri dapat diklasifikasikan berdasarkan kecapatan terjadinya bencana menjadi bencana yang lambat dan cepat, seperti Tsunami. Pada bencana yang proses terjadinya lambat bisa mempengaruhi kapasitas dari bahan pangan yang tersedia. Vulnerability dapat berupa kerentanan fisik  seperti topografi, guna lahan, infrastruktur dan kerentanan sosial ekonomi terhadap masyarakat yang berada di daerah tersebut. Masyarakat yang paling rentan terkena bencana adalah masyarakat miskin yang bekerja harian karena ketika bencana terjadi mereka tidak bekerja sehingga mereka tidak mendapatkan penghasilan untuk hidup. Contoh lain dari kerentanan adalah Padang merupakan daerah dengan potensi bahaya tanah longsor tinggi. Namun, tidak akan berisiko tinggi jika di daerah tersebut tidak ada rumahnya (kerentanan).

Tingginya risiko bencana yang terjadi juga diakibatkan oleh perencanaan yang salah. Kasus yang terjadi di Padang, pada zaman dahulu sudah terdapat kanal air untuk mengantisipasi bencana. Akan tetapi, ketika Padang sudah menjadi kota, kanal air ini mulai terlupakan, sehingga Padang rawan akan bencana. Selain perencanaan yang salah, meningkatnya risiko bencana di sejumlah daerah juga disebabkan oleh migrasi penduduk ke pinggir pantai akibat penggusuran tempat tinggal mereka menjadi kebun.

Menurut Jared Diamond dalam bukunya yang berjudul “Collapse”, terdapat lima penyebab utama kehancuran masyarakat, yakni kerusakan lingkungan; perubahan iklim yang dapat dikaitkan dengan aktivitas manusia, isu kiamat 2012, dan emisi karbon; hubungan dengan tetangga yang bermusuhan, hubungan dengan partner, serta respon budaya manusia akan perubahan. Contoh-contoh kehancuran masyarakat yang dideskripsikan oleh Diamond adalah kehancuran suku Maya Klasik di Amerika akibat kerusakan lingkungan, perubahan iklim, dan perang antar saudara; kehancuran Anasazi di Amerika Utara akibat kekeringan, deforestasi, konflik horizontal, dan respon budaya masyarakat setempat. Jika kondisi ini dilihat di Indonesia yang bisa diibaratkan sebagai gelas retak, maka runtuhnya peradaban di Indonesia hanya tinggal menunggu waktu. Oleh karenanya untuk mengatasi permasalahan ini, Pak Hamzah menganjurkan seharusnya Indonesia membutuhkan budayawan yang mewarisi karakter-karakter bangsa. Selama ini, terdapat hirarki dalam jabatan yang ada di Indonesia. Biasanya, insinyur berada pada hirarki pertama sementara budayawan berada pada hirarki terbawah yang artinya apresiasi akan profesi ini sangatlah kurang. Padahal, dengan budayawan, bangsa kita akan memiliki karakter dan penyebab-penyebab kehancuran masyarakat yang diutarakan oleh Jared Diamond bisa diminimalisir.

Bencana tereskalasi merupakan bencana yang disebabkan oleh tekanan pertumbuhan populasi dunia, pemenuhan kebutuhan hidup, serta tempat tinggal dan beraktivitas di pusat bahaya baik kaya maupun miskin. Dua poin pertama merupakan bencana yang paling utama di dunia ini mengingat jumlah manusia selalu bertambah dari tahun ke tahun sehingga kebutuhan energy yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan manusia selalu meningkat pula. Tidak hanya pada energy, tapi juga pada sumber daya lain sehingga tekanan pada bumi semakin naik dan kerentanan akan bencana juga semakin meningkat pula.

Bencana-bencana yang terjadi pada decade ini menunjukkan bahwa bencana hidrometeorological seperti suhu ekstrem, banjir, badai menjadi bencana yang paling sering terjadi karena berkaitan dengan perubahan iklim. Lalu, disusul bencana biologi seperti Human Immunofediciency Virus (HIV), flu burung.Sementara bencana geologi menunjukkan tren yang paling rendah dibanding bencana hidrometeorological dan biologi. Namun, yang perlu diingat adalah bencana merupakan siklus alam yang berulang. Bencana-bencana yang ada saat ini pernah terjadi pada ratusan tahun lalu.
Efek yang ditimbulkan oleh suatu bencana dapat dibedakan menjadi dua, yakni bencana tersebut menimbulkan efek dan tidak menimbulkan efek. Dikatakan bencana tidak menimbulkan efek apabila kerugian yang ditimbulkan hampir tidak ada. Dalam proses ini pemulihan bisa dilakukan sementara proses belajar dari bencana tersebut bisa ada, tapi bisa juga tidak tergantung dari masyarakat yang tertimpa bencana tersebut. Bencana yang menimbulkan efek terbagi lagi menjadi dua yakni kehancuran secara menyeluruh dan kerugian tapi tidak menimbulkan kehancuran. Kehancuran secara menyeluruh akibat sebuah bencana menyebabkan proses recovery dikatakan tidak terjadi dan proses pembelajaran juga tidak dapat terjadi karena subjek dan objek dari proses tersebut sudah musnah. Sementara itu, bencana yang menyebabkan kerugian, tapi tidak menghancurkan bisa menimbulkan dua kondisi dalam masyarakat, yakni masyarakat dapat memulai hidup baru sehingga dapat dikatakan pada masyarakat tipe ini proses recovery dan pembelajaran dapat terjadi; dan masyarakat yang akan kembali pada kondisi sebelum bencana terjadi. Pada kondisi tersebut proses recovery memang terjadi, namun proses pembelajaran tidak terjadi. Contoh kasus dari kondisi masyarakat yang seperti ini adalah efek tsunami pada masyarakat Aceh.

Terdapat empat jenis kegagalan dalam dalam penanggulangan bencana. Kegagalan pertama adalah kegagalan dalam mengantisipasi sebelum bencana tersebut datang. Hal ini biasa disebabkan oleh tidak adanya pengalaman dalam antisipasi serta pengalaman yang pernah ada sebelumnya telah terlupakan. Lalu, kegagalan kedua adalah gagal dalam menerima bencana ketika bencana datang. Terjadi ketika tidak tersedianya literature (SOPN), manajemen yang buruk, serta landscape amnesia atau kehilangan orientasi saat bencana datang. Ketiga adalah kegagalan dalam menyelesaikan permasalahan yang terbagi menjadi dua bagian, yakni perilaku rasional dan perilaku irasional. Kegagalan dalam perilaku rasional dapat berupa pengambil keputusan oleh elit yang memiliki interest tertentu dalam memenangkan masyarakat. Sementara kegagalan akibat perilaku irasional berupa ketidak berpihakan masyarakat dalam kebencanaan, sikap masyarakat yang acuh terhadap sistem warning akibat sering terjadinya false warning, dan yang paling parah berupa masyarakat yang jengkel dengan suatu keadaan. Semisal, masyarakat yang berada di kawasan rawan tsunami yang menolak untuk direlokasi karena sudah turun temurun tinggal di kawasan tersebut dan bencana yang terjadi adalah takdir dari Yang Maha Kuasa. Kegagalan terakhir adalah gagal dalam menyelesaikan permasalahan global, seperti perubahan iklim.

Kearifan lokal merupakan salah satu cara untuk mengurangi risiko bencana. Semisal di Pulau Simeulue yang berada di utara Aceh. Saat bencana tsunami terjadi, jumlah korban dari pulau ini sangatlah rendah karena ada kepercayaan dalam masyarakat Simeulue bahwa apabila ada gempa besar dan air laut surut, maka cepatlah untuk berlari ke dataran yang lebih tinggi. Kearifan lokal lain di daerah adalah dilarang untuk membuat percikan air di sungai karena dikhawatirkan akan mengundang buaya datang. Buaya menganggap percikan air sebagai tanda ada ikan di pinggir sungai tersebut. Lalu, tidak boleh membelakangi sungai karena akan dikira sebagai mangsa hewan predator di sungai seperti buaya. Masih banyak kearifan lokal lain yang sebenarnya bisa digunakan untuk mengurangi risiko bencana.

Masukan Pak Hamzah untuk BDSG adalah apabila ada kesempatan, jelasin ke fenomena tsunami. Apabila terjadi gempa saat di pantai, lari saja meskipun gempanya tidak terlalu besar. Posisikan diri di suatu tempat yang dirasa aman. Dalam pendidikan kebencanaan juga harus ada scenario yang jelas dan  penjelasan bencana lanjutannya. Diharapkan juga BDSG tidak hanya konsen pada kebencanaannya, tapi juga pada hal lain di luar kebencanaan.

- Uly -

Comments

Popular posts from this blog

BDSG-Bina Swadaya DRR Education at School

Honjo Life Safety Learning Center- We should have it here!

The First BDSG Basic Training for New Volunteers!